Gambaran Umum Puisi Untaian Semangat Anak Bangsa
Untaian Semangat Anak Bangsa
Untuk memperoleh gambaran yang cukup jelas mengenai moral generasi muda dan semangat untuk sebuah perubahan, berikut ini dikutipkan sebuah puisi karya Mila Sa'ada dalam Antologi Puisi Butiran Debu. Sebagai pembuka dikutipkan penggalan puisi berikut ini.
Terjerat Budaya Masa Kepalsuan
Tengoklah ke belakang
Yang loyal kukuh pertahankan pendidikan
Tengoklah ke depan
Seakan-akan enggan mempertahankan
Tanyakan mengapa ? Mengapa tertinggal ?
Bahkan jauh tertinggal
Puisi di atas, memiliki kecenderungan pola kalimat yang bertentangan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Misalnya pada kalimat tengoklah ke belakang dengan kalimat tengoklah ke depan yang loyal kukuh pertahankan pendidikan dengan kalimat seakan-akan acuh enggan mempertahankan. Hal ini tentu ada kaitannya dengan masalah waktu. Tengoklah ke belakang yang loyal kukuh pertahankan pendidikan. Kita disuruh untuk kembali ke masa lalu dimana dunia pendidikan ini sangat diperhatikan. Tengoklah ke depan seakan-akan acuh enggan mempertahankan. Di masa sekarang, dunia pendidikan sekarang ini menjadi suatu hal yang disepelekan oleh banyak kalangan.
Pendidikan termasuk salah satu masalah yang serius di negeri ini. Pasalnya di era kemajuan zaman dan teknologi seperti sekarang ini, para generasi muda cenderung tertarik ke dunia hiburan dan teknologi lebih-lebih lagi yang berdampak negatif bagi generasi muda bangsa, misalnya rasa malas. Hal itulah yang menyebabkan dunia pendidikan pendidikan menjadi sulit untuk dikembangkan jika tidak didukung oleh generasi muda bangsa.
Tanyakan mengapa ? Mengapa tertinggal ? Hal inilah yang membuat puisi ini menjadi menarik. Penulis seolah-olah menyuruh pembaca untuk bertanya mengapa kita bisa tertinggal ? kalimat ini dipertegas dengan kalimat yang menyatakan bahwa kita jauh tertinggal, khususnya dalam dunia pendidikan.
Pertiwi seakan diam
Diam merosot tajam diambang kepalsuan
Karakter bangsa kosong
Kosong di tengah peradaban
Teebelenggunya budaya
Terikatnya nafsu, terperangkap ambisi
Manfaatkan kecurangan, andalkan kelicikan
Kapan bisa berdiri ?
Tanyakan mengapa ? Kenapa tertinggal ? Bahkan jauh tertinggal
Pada penggalan puisi berikutnya penulis melakukan pengamatan terhadap moral generasi muda yang seolah-olah merosot sangat tajam diambang kepalsuan. Hal ini dibuktikan pada kalimat yang menyatakan bahwa karakter bangsa kosong, kosong ditengah peradaban.Terbelenggunya budaya. Terikatnya nafsu, terperangkap ambisi. Manfaatkan kecurangan, andalkan kelicikan.
Penulis juga seolah-olah bertanya lagi kepada pembaca. Kapan kita bisa berdiri ? Tanyakan mengapa ? Kenapa tertinggal, bahkan jauh tertinggal. Inilah yang membuat puisi ini menjadi unik dan menarik karena penulis seolah-olah ingin tahu mengapa pendidikan di negeri ini menjadi sangat tertinggal dan menjadi terpuruk.
Dipertimbangkan dari sudut pandang diksi atau pemilihan kata, pennggalan puisi kedua ini cenderung kurang tepat sehingga terkesan berantakan. Alangkah baiknya jika penulis memperhatikan persamaan bunyi atau irama pada setiap baris puisinya.
Hai generasiku, mari satukan persepsi
Singsingkan lengan baju
Terjang kebodohan negeri
Giringlah menuju kejujuran
Awak jangan sampai terlena
Saudara jangan sampai terjerat
Tingkatkan kemauan diri
Ciptakan kejujuran hati
Kita pewaris masa gemilang
Lepas dari kebodohan
Pada penggalan puisi selanjutnya, penulis nenyampaikan pesan kepada pembaca khususnya para generasi muda untuk bersatu melawan kebodohan, selalu mengutamakan kejujuran agar memiliki masa depan yang gemilang dan lepas dari kebodohan.
Demikianlah gambaran moral generasi muda di era modern seperti sekarang ini dan ajakan serta untaian semangat untuk sebuah perubahan demi majunya perkembangan dunia pendidikan di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar